Sejarah
Perkembangan Media
Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar (teaching aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap atau retensi belajar. Namun karena terlalu memusatkan perhatian pada alat Bantu visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal dengan audio visual atau audio visual aids (AVA) . Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mengkin terjadi kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Edgar Dale cone of experience).
Kerucut pengalaman ini
dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar
siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukakan
oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh
siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang
dipelajari, proses mengamati, dan mendengarkan melalui media tertentu dan
proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan
pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyak
pengalaman yang diperolehnya. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh
pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit
pengalaman yang akan diperoleh siswa .
Edgar Dale memandang
bahwa nilai media pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan nilai pengalaman.
Menurutnya, pengalaman itu mempunyai dua belas (12) tingkatan. Tingkatan yang
paling tinggi adalah pengalaman yang paling konkret. Sedangkan yang paling
rendah adalah yang paling abstrak, diantaranya :
v Direct
Purposeful Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak langsung dengan
lingkungan, obyek, binatang, manusia, dan sebagainya, dengan cara perbuatan
langsung
v Contrived
Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak melalui model, benda
tiruan, atau simulasi.
v Dramatized Experiences : Pengalaman yang
diperoleh melalui prmainan, sandiwara boneka, permainan peran, drama soial
v Demonstration :
Pengalaman yang idperoleh dari pertunjukan
v Study Trips :
Pengalaman yang diperoleh melalui karya wisata
v Exhibition :
Pengalaman yang diperoleh melalui pameran
v Educational
Television : Pengalaman yang diperoleh melalui televisi pendidikan
v Motion Pictures
: Pengalaman yang diperoleh melalui gambar, film hidup, bioskop
v Still Pictures :
Pengalaman yang diperoleh melalui gambar mati, slide, fotografi
v Radio and
Recording : Pengalaman yang diperoleh melalui siaran radio atau rekaman suara
v Visual Symbol :
Pengalaman yang diperoleh melalui simbol yang dapat dilihat seperti grafik,
bagan, diagram
v Verbal Symbol :
Pengalaman yang diperoleh melalui penuturan kata-kata.
Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi
penggunaan alat bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau
informasi belajar. Pada tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa
sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu
teori tingkah-laku (behaviorism theory) dari B.F Skinner mulai mempengaruhi
penggunaan media dalam pembelajaran. Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah
tingkah-laku siswa. Teori ini membantu dan mendorong diciptakannya media yang
dapat mengubah tingkah-laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.
Pada tahun 1965-1970 ,
pendekatan system (system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam
kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan system ini mendorong
digunakannya media sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran. Setiap
program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dengan memusatkan
perhatian pada siswa. Ada dua ciri pendekatan sistem pengajraan, yaitu sebagai
berikut :
v Pendekatan
sistem pengajaran mengarah ke proses belajar mengajar. Proses belajar-mengajat
adalah suatu penataan yang memungkinkan guru dan siswa berinteraksi satu sama
lain.
v Penggunaan
metode khusus untk mendesain sistem pengajaran yang terdiri atas prosedur
sistemik perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan
proses belajar-mengajar
Program pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan
karakteristik siswa diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan
tujuan yang dicapai. Pada dasarnya pendidik dan ahli visual menyambut baik
perubahan ini. Sehingga untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mulai
dipakai berbagai format media. Dari pengalaman mereka, guru mulai belajar bahwa
cara belajar siswa itu berbeda-beda, sebagian ada yang lebih cepat belajar
melalui media visual, sebagian audio, media cetak, dan sebagainya. Sehingga
dari sinilah lahir konsep media pembelajaran.
0 komentar:
Posting Komentar